purerossi.com, Jakarta – Pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Subang, Jawa Barat, yang ditargetkan rampung akhir 2025, terhambat aksi premanisme oknum organisasi masyarakat (ormas). Hal ini dilaporkan berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno dan sejumlah media nasional.
Kejadian ini terjadi di Subang, Jawa Barat, dan menimbulkan kekhawatiran atas dampak negatif terhadap iklim investasi di Indonesia. Aksi premanisme tersebut diduga berupa pungutan liar dan intimidasi yang dilakukan oknum ormas terhadap proyek pembangunan pabrik yang bernilai investasi hingga Rp 11,7 triliun ini.
Pemerintah, melalui Kementerian Investasi/BKPM, telah menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut dan berkoordinasi dengan BYD. Mereka menyadari bahwa premanisme dan pungli sangat merusak citra Indonesia di mata investor asing dan meningkatkan biaya investasi.
Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) juga turut mengimbau terciptanya iklim investasi yang kondusif. Meskipun BYD menyatakan pembangunan pabrik tetap berjalan sesuai rencana, kasus ini menyoroti tantangan dalam menciptakan lingkungan usaha yang ramah investasi asing.
Potensi kerugian tidak hanya dialami BYD, tetapi juga berdampak pada upaya pemerintah menarik investasi dan menciptakan lapangan kerja. Pabrik BYD yang direncanakan menjadi terbesar di ASEAN ini, diharapkan mampu menyerap tenaga kerja hingga 18.814 orang dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat.
Kejadian ini menjadi sorotan karena berpotensi menghambat masuknya investasi asing dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dukungan Moeldoko untuk Penumpasan Premanisme
Ketua Umum Periklindo, Moeldoko, secara tegas mendukung langkah Gubernur Jawa Barat dalam memberantas premanisme yang mengganggu investasi, khususnya kasus di pabrik BYD. “Saya mendukung apa yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat, tumpas saja itu,” ujar mantan Panglima TNI ini di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Ia menyayangkan tindakan premanisme yang menghambat pembangunan pabrik yang digadang-gadang menjadi terbesar di ASEAN. Moeldoko pun menekankan pentingnya menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Menurutnya, masyarakat seharusnya berperan aktif dalam mendukung investasi, karena akan membuka lapangan kerja baru. “Saya mengimbau supaya di tengah situasi iklim dunia usaha yang relatif perlu perhatian, maka kita semua, masyarakat Indonesia harus menciptakan iklim investasi yang baik, jangan sampai pengangguran makin banyak tapi malah, di satu sisi kan ironis, kita perlu peluang untuk bekerja, ada orang (investor) datang memberikan peluang, diganggu sama yang lain,” katanya.
“Nah ini enggak benar,” tambah Moeldoko.
Pernyataan Moeldoko ini sejalan dengan kekhawatiran yang disampaikan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. Eddy mengungkapkan bahwa pembangunan pabrik BYD sempat terganggu aksi premanisme ormas.
Ia menekankan pentingnya pemerintah tegas menangani masalah ini agar investor merasa aman berinvestasi di Indonesia. “Sempat ada permasalahan terkait premanisme ormas yang mengganggu pembangunan dari sarana produksi BYD. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini, jangan sampai investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan, hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” ungkap Eddy.
Investasi BYD dan Potensi Ekonomi
Investasi BYD di Subang Smartpolitan diperkirakan akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dengan investasi mencapai Rp 11,7 triliun, pabrik ini tidak hanya menciptakan ribuan lapangan kerja, tetapi juga meningkatkan transfer teknologi dan keahlian di bidang manufaktur kendaraan listrik (EV).
BYD berencana membangun ekosistem EV komprehensif, termasuk pusat riset dan pengembangan, serta fasilitas pelatihan dengan teknologi terkini yang ramah lingkungan. Luas lahan pabrik mencapai 126 hektare, dengan kapasitas produksi yang akan ditingkatkan dari 150.000 unit per tahun. Rencana penambahan kapasitas produksi ini akan meningkatkan jumlah tenaga kerja dari 8.700 menjadi 18.814 orang. Produksi komersial ditargetkan dimulai awal 2026.
Proyek ini juga akan mendorong pertumbuhan industri pendukung di sektor EV dan membuka peluang bagi perusahaan lokal untuk terlibat dalam rantai pasokan global EV. Namun, kasus premanisme ini menjadi pengingat pentingnya menciptakan iklim investasi yang aman dan kondusif untuk menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan seluruh stakeholder untuk memastikan keamanan dan kenyamanan investor asing di Indonesia. Langkah tegas dan konsisten dalam memberantas premanisme sangat krusial untuk menjaga kepercayaan investor dan menarik investasi lebih banyak lagi di masa mendatang. Keberhasilan pembangunan pabrik BYD dan proyek-proyek investasi besar lainnya sangat bergantung pada terciptanya iklim investasi yang aman dan terjamin.