purerossi.com, Jakarta - Nissan, produsen mobil asal Jepang, tengah menghadapi krisis keuangan terparah dalam sejarah. Perusahaan memperkirakan kerugian bersih sebesar 700 hingga 750 miliar yen, atau sekitar Rp 91 sampai Rp 97 triliun, untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2025.

purerossi.com, Jakarta – Nissan, produsen mobil asal Jepang, tengah menghadapi krisis keuangan terparah dalam sejarah. Perusahaan memperkirakan kerugian bersih sebesar 700 hingga 750 miliar yen, atau sekitar Rp 91 sampai Rp 97 triliun, untuk tahun fiskal yang berakhir Maret 2025.

Angka ini jauh melebihi prediksi sebelumnya, yang hanya sekitar 80 miliar yen atau Rp 10,4 triliun.

Dilaporkan Carscoops, Sabtu (26/4/2025), kerugian ini utamanya disebabkan oleh penurunan nilai aset di pasar utama seperti Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, dan Jepang, serta tambahan biaya restrukturisasi sebesar 60 miliar yen atau sekitar Rp 7,8 triliun.

Selain itu, Nissan juga telah melakukan langkah efisiensi besar-besaran, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 9.000 karyawan, penutupan pabrik, dan penyederhanaan lini produk, dan semua itu ditujukan untuk menghemat lebih dari Rp 40 triliun.

Meski demikian, Nissan mengakui upaya restrukturisasi saja tidak cukup. Perusahaan butuh mitra strategis baru untuk bertahan. Setelah gagalnya pembicaraan merger dengan Honda, karena jenama berlambang huruf H ini disebut ingin menjadikan Nissan sebagai anak perusahaan.

Nissan sendiri tetap terbuka untuk kolaborasi dengan pihak lain, termasuk Foxconn dari Taiwan. Meski demikian, Foxconn menyatakan tidak berencana membeli saham Nissan.

Nissan, Honda, dan Mitsubishi masih berencana bekerja sama dalam pengembangan kendaraan listrik dan teknologi perangkat lunak, sebagai bagian dari strategi menghadapi persaingan ketat dengan produsen kendaraan listrik asal Tiongkok. Namun, arah kemitraan masih terus dibahas lebih lanjut.

Tantangan Nissan di AS

Sementara itu, Nissan juga harus menghadapi tantangan lain seperti tarif impor kendaraan dari pemerintah Amerika Serikat, yang turut membebani biaya produksi. Penurunan penjualan di pasar utama seperti China dan Amerika Serikat memperparah situasi, menekan pendapatan perusahaan secara signifikan.

Meski menghadapi tekanan besar, Nissan masih memiliki cadangan kas bersih sebesar 1,5 triliun yen atau sekitar Rp195 triliun. Dana ini diharapkan cukup untuk menjaga kestabilan operasional dalam jangka pendek.

Namun para analis menilai, tanpa strategi yang kuat dan kemitraan yang solid, masa depan Nissan masih sangat tidak pasti.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *