Dilaporkan Carscoops, Sabtu (26/4/2025), kerugian ini utamanya disebabkan oleh penurunan nilai aset di pasar utama seperti Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, dan Jepang, serta tambahan biaya restrukturisasi sebesar 60 miliar yen atau sekitar Rp 7,8 triliun.
Selain itu, Nissan juga telah melakukan langkah efisiensi besar-besaran, termasuk pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 9.000 karyawan, penutupan pabrik, dan penyederhanaan lini produk, dan semua itu ditujukan untuk menghemat lebih dari Rp 40 triliun.
Meski demikian, Nissan mengakui upaya restrukturisasi saja tidak cukup. Perusahaan butuh mitra strategis baru untuk bertahan. Setelah gagalnya pembicaraan merger dengan Honda, karena jenama berlambang huruf H ini disebut ingin menjadikan Nissan sebagai anak perusahaan.
Nissan sendiri tetap terbuka untuk kolaborasi dengan pihak lain, termasuk Foxconn dari Taiwan. Meski demikian, Foxconn menyatakan tidak berencana membeli saham Nissan.
Nissan, Honda, dan Mitsubishi masih berencana bekerja sama dalam pengembangan kendaraan listrik dan teknologi perangkat lunak, sebagai bagian dari strategi menghadapi persaingan ketat dengan produsen kendaraan listrik asal Tiongkok. Namun, arah kemitraan masih terus dibahas lebih lanjut.